Mencari Inspirasi Menulis, Mengulik 1Q84 dan Gentlemen Broncos
oleh
Wisnu Martha Adipura
Sedianya saya diminta untuk menghasilkan sebuah tulisan sebagai
pendamping dan juga merayakan suatu aktivitas keren bernama “31 Hari Menulis”
sejak kompetisi ini belum dimulai. Karena berbagai hal, barulah janji saya
untuk menyumbang tulisan terpenuhi pada hari ke-28, saat “31 Hari Menulis”
hampir selesai. Walau begitu, saya tetap antusias untuk merayakan kegiatan
tahunan ini dan berharap kegiatan ini diridhoi agar menjadi aktivitas yang
berjalan sangat lama, paling tidak selama sir Alex Ferguson menukangi
Manchester United.
Terus terang, tidak ada cara untuk menulis bagus dan cepat, bila tak
ada hal yang benar-benar mendorong untuk kita menulis. Mau sampai jungkir balik sekalipun, bila kita tidak
memiliki ide yang kita ketahui dan membuat kita antusias, kita tetap akan sulit
untuk menulis, apalagi menghasilkan tulisan yang bagus dengan relatif cepat.
Bisa sih kita menghasilkan tulisan,
namun biasanya tulisan yang dihasilkan akan biasa-biasa saja. Saya kira hal
inilah yang sering terjadi pada orang-orang yang ingin menulis.
Menulis memang gampang-gampang susah (atau susah-susah gampang ya?)
karena terkadang kita bisa menulis dengan cepat pada suatu kurun waktu namun
seringkali kita tidak menulis apa pun dalam waktu yang lama, menulis sesuatu unyu-unyu sekalipun. Karena itu kita
bisa jadi sangat kagum dengan beberapa penulis yang bisa terus menulis dengan
rutin dan terus menghasilkan tulisan yang bagus, dalam waktu yang cepat pula!
Kita kemudian bertanya-tanya, bisakah kita seperti dirinya?
Tiap penulis punya cara agar keadaan tanpa menulis bisa dilewati,
ada yang tetap menulis walau jiwanya tidak terlibat sehingga tetap tak ada
tulisan yang dihasilkan, ada yang membiarkan saja dirinya sampai hasrat untuk
menulis hadir lagi. Antisipasi yang terakhir ini bisa jadi berbahaya, misalnya saja dalam hal
menulis skripsi, bisa berbahaya bila kita membiarkan diri tak menulis dan
membiarkan hasrat tersebut hadir bersama waktu karena bisa jadi hasrat menulis
tersebut baru muncul setelah tiga tahun dan teman-teman seangkatan sudah pada
lulus semua.
Sebagai seorang penulis biasa-biasa saja, saya juga memiliki cara
tersendiri agar agar bisa melewati keadaan tanpa menulis yaitu mengakses konten
media yang kita sukai. Konten media tersebut tidak harus media cetak, misalnya
buku, di mana kita bisa belajar dari penulisnya, tetapi juga seluruh jenis
konten media, misalnya saja film, karena isi film yang bagus akan mendorong
kita untuk mengomentarinya melalui tulisan.
Biasanya, bila membaca-baca karya Haruki Murakami, penulis yang
paling saya sukai, keadaan tak menulis bisa perlahan terlewati. Bagi saya
selalu ada yang bisa didapat dengan membaca karya Murakami. Entah itu, salah
satu novel atau salah satu cerita pendeknya, bahkan tiap paragraf yang dipilih
dari tiap tulisannya bisa memberikan sugesti yang kuat untuk menulis lagi. Kok bisa ya? Begitu yang saya rasakan
setelah membaca sedikit saja dari karya Murakami. Karya terkininya, 1Q84
misalnya, membuat saya kagum karena deskripsi kehadiran dua bulan di dalam
hidup terasa begitu dekat dan nyata. Lalu bagaimana relasi cinta Tengo dan
Aomame digambarkan dengan begitu liris? Dua karakter di dalam 1Q84 tak bertemu
sampai akhir novel namun sepanjang kisahnya terpisah satu sama lain.
Keterpisahan tersebut justru terasa sangat intens. Bagaimana bisa novel asrama
antara dua anak manusia diceritakan dengan cara tak biasa namun tetap romantis?
Silakan baca novelnya dengan lengkap karena tulisan ini bukan resensinya. Novel
ini mungkin karya tertebal Murakami, terjemahan Indonesia-nya yang baru saja
diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia terdiri dari tiga buku.
Intinya, kita bisa tercerahkan untuk menulis lagi antara lain dengan
membaca karya bagus atau penulis keren menurut kita atau menurut dunia
kepenulisan secara umum. Kita juga bisa mengakses dan memaknai konten media
lain selain buku, misalnya saja film. Salah satu film yang menurut saya bisa
menginspirasi untuk menulis atau berpotensi membawa kita melewati masa-masa tak
menulis adalah film ”Gentlemen Broncos”. Film yang dirilis tahun 2009 ini oleh
banyak penikmat film dikategorikan gagal, namun bagi saya film ini adalah salah
satu film terlucu yang saya tonton.
“Gentlemen Broncos” bercerita tentang seorang penulis pemula bernama
Benjamin Purvis yang karya fiksi sains-nya dijiblak oleh penulis terkenal yang
juga menjadi idolanya. Hal yang menarik adalah Benjamin Purvis tak mundur dari
dunia tulis-menulis dan berusaha membuktikan bahwa penulis tersebut, Ronald
Chevalier, telah membajak karyanya. Pada akhirnya Benjamin Purvis bisa
membuktikan bahwa karyanya dijiplak oleh penulis terkenal. Selain bicara
tentang menulis, film ini memang dipenuhi hal-hal absurd yang menerpa indera
penglihatan kita, namun itu hal yang menyenangkan dan unik. Di dalam salah satu
adegan, Purvis ditanya oleh rekannya, mengapa tidak menulis di blog daripada
menulis di kertas dan tak ada yang bisa membuktikan bahwa karya kita dijiplak?
Dengan enteng Purvis menjawab bahwa alasannya tidak menulis di blog adalah
karena semua orang melakukannya. Saya sampai tertawa terpingkal-pingkal apalagi
adegan tersebut digambarkan dengan aneh dan ekspresi kaku si Purvis.
Tentu saja, orang lain akan memaknai film tersebut dengan berbeda,
namun menurut saya film itu memberikan pelajaran bahwa menulis ya menulis saja,
jangan pernah putus asa sekalipun tulisan kita dicuri atau dijiplak. Purvis
juga bisa saja salah, karena dia tak menulis di blog. Menulis di blog menurut
saya adalah cara yang baik untuk melatih kemampuan kita menulis, terutama yang
sedang belajar pada tahap awal atau merasa bahwa menulis pada tahap apa pun
adalah menyenangkan dan tak berelasi langsung dengan uang. Menulis di blog
membuat kita memiliki teman-teman pembaca, itulah sebabnya di dalam dunia blog,
tak pernah penting blogger sebagai perseorangan, yang terpenting adalah blogosphere, atau ruang maya di mana
kita saling berbagi dan belajar via blog. Saya kira aktivitas “31 Hari Menulis”
ada dalam posisi tersebut, yaitu belajar menulis bersama dengan menyenangkan,
walau tak menyenangkan juga bila didenda…hehe…Makanya menulis biar tak didenda.
kumpulan info menarik, lucu, dan unik hanya di wappersunda.com
ReplyDelete