Monday 17 June 2013

Tulisan Penutup Tahun ini

Mencari Inspirasi Menulis, Mengulik 1Q84 dan Gentlemen Broncos
oleh
Wisnu Martha Adipura

Sedianya saya diminta untuk menghasilkan sebuah tulisan sebagai pendamping dan juga merayakan suatu aktivitas keren bernama “31 Hari Menulis” sejak kompetisi ini belum dimulai. Karena berbagai hal, barulah janji saya untuk menyumbang tulisan terpenuhi pada hari ke-28, saat “31 Hari Menulis” hampir selesai. Walau begitu, saya tetap antusias untuk merayakan kegiatan tahunan ini dan berharap kegiatan ini diridhoi agar menjadi aktivitas yang berjalan sangat lama, paling tidak selama sir Alex Ferguson menukangi Manchester United.
Terus terang, tidak ada cara untuk menulis bagus dan cepat, bila tak ada hal yang benar-benar mendorong untuk kita menulis. Mau sampai jungkir balik sekalipun, bila kita tidak memiliki ide yang kita ketahui dan membuat kita antusias, kita tetap akan sulit untuk menulis, apalagi menghasilkan tulisan yang bagus dengan relatif cepat. Bisa sih kita menghasilkan tulisan, namun biasanya tulisan yang dihasilkan akan biasa-biasa saja. Saya kira hal inilah yang sering terjadi pada orang-orang yang ingin menulis.
Menulis memang gampang-gampang susah (atau susah-susah gampang ya?) karena terkadang kita bisa menulis dengan cepat pada suatu kurun waktu namun seringkali kita tidak menulis apa pun dalam waktu yang lama, menulis sesuatu unyu-unyu sekalipun. Karena itu kita bisa jadi sangat kagum dengan beberapa penulis yang bisa terus menulis dengan rutin dan terus menghasilkan tulisan yang bagus, dalam waktu yang cepat pula! Kita kemudian bertanya-tanya, bisakah kita seperti dirinya?
Tiap penulis punya cara agar keadaan tanpa menulis bisa dilewati, ada yang tetap menulis walau jiwanya tidak terlibat sehingga tetap tak ada tulisan yang dihasilkan, ada yang membiarkan saja dirinya sampai hasrat untuk menulis hadir lagi. Antisipasi yang terakhir ini  bisa jadi berbahaya, misalnya saja dalam hal menulis skripsi, bisa berbahaya bila kita membiarkan diri tak menulis dan membiarkan hasrat tersebut hadir bersama waktu karena bisa jadi hasrat menulis tersebut baru muncul setelah tiga tahun dan teman-teman seangkatan sudah pada lulus semua.
Sebagai seorang penulis biasa-biasa saja, saya juga memiliki cara tersendiri agar agar bisa melewati keadaan tanpa menulis yaitu mengakses konten media yang kita sukai. Konten media tersebut tidak harus media cetak, misalnya buku, di mana kita bisa belajar dari penulisnya, tetapi juga seluruh jenis konten media, misalnya saja film, karena isi film yang bagus akan mendorong kita untuk mengomentarinya melalui tulisan.
Biasanya, bila membaca-baca karya Haruki Murakami, penulis yang paling saya sukai, keadaan tak menulis bisa perlahan terlewati. Bagi saya selalu ada yang bisa didapat dengan membaca karya Murakami. Entah itu, salah satu novel atau salah satu cerita pendeknya, bahkan tiap paragraf yang dipilih dari tiap tulisannya bisa memberikan sugesti yang kuat untuk menulis lagi. Kok bisa ya? Begitu yang saya rasakan setelah membaca sedikit saja dari karya Murakami. Karya terkininya, 1Q84 misalnya, membuat saya kagum karena deskripsi kehadiran dua bulan di dalam hidup terasa begitu dekat dan nyata. Lalu bagaimana relasi cinta Tengo dan Aomame digambarkan dengan begitu liris? Dua karakter di dalam 1Q84 tak bertemu sampai akhir novel namun sepanjang kisahnya terpisah satu sama lain. Keterpisahan tersebut justru terasa sangat intens. Bagaimana bisa novel asrama antara dua anak manusia diceritakan dengan cara tak biasa namun tetap romantis? Silakan baca novelnya dengan lengkap karena tulisan ini bukan resensinya. Novel ini mungkin karya tertebal Murakami, terjemahan Indonesia-nya yang baru saja diterbitkan oleh Kepustakaan Populer Gramedia terdiri dari tiga buku.
Intinya, kita bisa tercerahkan untuk menulis lagi antara lain dengan membaca karya bagus atau penulis keren menurut kita atau menurut dunia kepenulisan secara umum. Kita juga bisa mengakses dan memaknai konten media lain selain buku, misalnya saja film. Salah satu film yang menurut saya bisa menginspirasi untuk menulis atau berpotensi membawa kita melewati masa-masa tak menulis adalah film ”Gentlemen Broncos”. Film yang dirilis tahun 2009 ini oleh banyak penikmat film dikategorikan gagal, namun bagi saya film ini adalah salah satu film terlucu yang saya tonton.
“Gentlemen Broncos” bercerita tentang seorang penulis pemula bernama Benjamin Purvis yang karya fiksi sains-nya dijiblak oleh penulis terkenal yang juga menjadi idolanya. Hal yang menarik adalah Benjamin Purvis tak mundur dari dunia tulis-menulis dan berusaha membuktikan bahwa penulis tersebut, Ronald Chevalier, telah membajak karyanya. Pada akhirnya Benjamin Purvis bisa membuktikan bahwa karyanya dijiplak oleh penulis terkenal. Selain bicara tentang menulis, film ini memang dipenuhi hal-hal absurd yang menerpa indera penglihatan kita, namun itu hal yang menyenangkan dan unik. Di dalam salah satu adegan, Purvis ditanya oleh rekannya, mengapa tidak menulis di blog daripada menulis di kertas dan tak ada yang bisa membuktikan bahwa karya kita dijiplak? Dengan enteng Purvis menjawab bahwa alasannya tidak menulis di blog adalah karena semua orang melakukannya. Saya sampai tertawa terpingkal-pingkal apalagi adegan tersebut digambarkan dengan aneh dan ekspresi kaku si Purvis.
Tentu saja, orang lain akan memaknai film tersebut dengan berbeda, namun menurut saya film itu memberikan pelajaran bahwa menulis ya menulis saja, jangan pernah putus asa sekalipun tulisan kita dicuri atau dijiplak. Purvis juga bisa saja salah, karena dia tak menulis di blog. Menulis di blog menurut saya adalah cara yang baik untuk melatih kemampuan kita menulis, terutama yang sedang belajar pada tahap awal atau merasa bahwa menulis pada tahap apa pun adalah menyenangkan dan tak berelasi langsung dengan uang. Menulis di blog membuat kita memiliki teman-teman pembaca, itulah sebabnya di dalam dunia blog, tak pernah penting blogger sebagai perseorangan, yang terpenting adalah blogosphere, atau ruang maya di mana kita saling berbagi dan belajar via blog. Saya kira aktivitas “31 Hari Menulis” ada dalam posisi tersebut, yaitu belajar menulis bersama dengan menyenangkan, walau tak menyenangkan juga bila didenda…hehe…Makanya menulis biar tak didenda.
Tunggu apa lagi, ayo menulis dengan bersenang-senang bersama teman-teman….
 


1 comment: