Thursday 10 May 2012

Penulis tamu Keenam #31harimenulis


Banyak orang berpikir menulis di majalah untuk remaja adalah pekerjaan mudah. Anggapan ini biasanya didasari karena tema penulisan yang ringan, cheesy juga terkesan remeh temeh. Belum lagi gaya bahasanya yang santai dan tidak baku. Hal-hal tersebut membuat "genre" penulisan ini dipandang sebelah mata.

Starin, seorang penulis di majalah remaja yang sedang memimpin pasar, membagi ceritanya perihal ini. Mantan Mahasiswi Komunikasi UGM 2006 ini membeberkan bahwa persepsi kita tentang penulisan remaja patut dirubah. Menulis untuk remaja juga memiliki tantangan sendiri yang butuh proses. Lewat tulisan ini kita akan sadar semua "genre" menulis memiliki tantangannya tersediri termasuk menulis untuk remaja. (Ardi Wilda)

The Fabulous Magazine World

Halo sahabatkuuuu, hihihi.

Siapa yang dulu atau sekarang pernah jadi anak persma, anak majalah sekolah, atau anak mading kayak Cinta? Hihihihi. Sama dong brarti kayak aku. Dari SMA aku udah ‘terjebak’ dalam dunia jurnalistik, waktu itu aku gabung ke mading dan majalah sekolah. Kenapa aku bilang ‘terjebak’? Soalnya aku ikut ekskul itu atas suruhan Papaku. Doski dulunya jurnalis sih.

Nah, trus pas kuliah, aku milih Jurusan Komunikasi karena pingin kerja di advertising agency kayak kakak sepupuku. Soalnya kerjanya keliatannya asik, baju kerjanya santai. Tapi lagi-lagi pas kuliah aku keseret ikut persma SKM UGM Bulaksumur gara-gara ikut-ikutan Dildol sahabatku. Seiring berjalannya semester, impianku buat kerja di advertising agency makin luntur gara-gara tugas di mata kuliah iklan yang gila-gilaan. Sementara itu CV-ku malah jadi penuh sama kegiatan-kegiatan di bidang jurnalistik. Mulai dari jadi koordinator Kepel News, reporter FFD (Festival Film Dokumenter) News, pemateri di beberapa diklat jurnalistik, sampai kerja berbayar jadi web video reporter Humas UGM. Ini modal berharga banget buat jadi wartawan, tapi sayangnya aku nggak mau jadi wartawan TV atau koran. Aku pinginnya kerja yang nyantai, dan nggak pake ngeliput berita politik. Akhirnya kepikiran, jadi reporter majalah wanita aja.

Singkat cerita, impianku langsung terwujud. Lima hari setelah wisuda, aku mulai kerja di sebuah majalah remaja cewek yang lagi leading, berbasis di Jakarta. Kalo kata pakdeku yang kerja di stasiun TV swasta nasional, ya wajar aja aku cepet dapet kerja. Kata beliau, pada dasarnya ada 2 kriteria fresh graduate yang dicari perusahaan: 1) lulusan universitas favorit, 2) punya banyak pengalaman kerja atau organisasi, terutama yang sesuai sama bidang pekerjaan.

Awal kerja di majalah ini, aku harus beradaptasi buanyak banget, salah satunya dalam hal gaya penulisan. Selama bertahun-tahun, aku udah kebiasaan nulis pake kata-kata baku. Dan sekarang, tiba-tiba aku dituntut nulis dengan gaya bahasa santai, bahasa percakapan sehari-hari, bahkan boleh diselingi pake bahasa Inggris. Emang sih, kayaknya ‘cuma' nulis santai, tapi ternyata nggak segampang itu ngubah gaya tulisan. Pas awal kerja, tulisanku banyak banget diedit, bahkan sempet ada satu artikelku yang dirombak total! Tapi hal kayak gitu itu ternyata biasa banget. Jadi nggak perlu sakit hati, kita semua pasti butuh proses. Ada satu tips nulis dari atasanku, setelah nulis kalimat, coba ucapin keras-keras kalimat itu. Rasanya aneh nggak sih kalo kalimat itu kita ucapin pas lagi ngobrol sama temen kita? Kalo aneh, ya berarti harus diganti sama kalimat yang lebih enak. Jadi bener-bener pake bahasa percakapan sehari-hari.

Untuk jadwal kerjanya, karena majalah kami terbitnya bulanan, jadi ya bisa dibilang kami lebih santai dibanding mereka yang jadi reporter TV dan koran. Biasanya tiap akhir bulan gitu kami rapat tema, deadline artikel-artikelnya mulai dari awal sampai tengah bulan. Dalam sebulan, aku nulis sekitar 6 artikel. Sabtu-Minggu libur, kecuali kalo ada tugas liputan.

Sebagai reporter majalah remaja, banyak banget privilege yang bisa kudapetin. Mulai dari sering foto bareng artis, nonton film sebelum premiere-nya alias screening, sampai nonton konser artis luar. Bahkan baru-baru ini, pas aku lagi datengin undangan sebuah acara, aku dapet kesempatan buat di-make over from head to toe. Aku di-make-up-in sama make up artist yang biasa ngedandanin Putri Indonesia, hihihihi. Nah, hal-hal kayak ginilah yang sering dipake kakakku buat nyemangatin aku. “Kerja di media emang duitnya pas-pasan, tapi kan hal-hal yang kamu dapetin itu nggak bisa dibeli pake uang,” katanya.

Yes, he’s absobloodytely right. Tiap pekerjaan pasti emang ada get some lose some-nya. Yang penting kita pilih pekerjaan yang sesuai sama passion kita. Quote yang bilang “when you like your work, every day is a holiday” itu emang rada lebay sih. Karena tetep aja, yang namanya kerja itu capek. Tapi paling nggak, kalo kita kerja sesuai passion kita, kita nggak akan bosen. Dan pas kita lagi ‘jatuh’ atau ketimpa masalah berat seputar kerjaan, passion kita bisa bikin kita tetap bertahan. Jadi nggak usah ragu ya buat dedek-dedek yang pingin kerja di media, hehe.

Well, apapun passion kita, yang penting stay glamorous and fabulous yah! Hihihihi.

-Starin Sani, Komunikasi 2006, Anggota Geng Glamor-


2 comments:

  1. koordntor kepel news dilebokke jaaall, selo star? --" hahahaa

    ReplyDelete
  2. Mayan rok dinggo ngebak2i CV, hahahaha.

    ReplyDelete