Satu karakter utama dari Cita Arsita Farani, mahasiswa Komunikasi UI angkatan 2004, yang mau tidak mau akan langsung orang kenali adalah kemalasannya. Cita adalah (sekali lagi, dengan terpaksa saya akui) orang yang sangat multitalent dan punya banyak potensi. Dia bisa dan pernah melakukan segala macam profesi di dunia komunikasi, mulai dari PR, Iklan, editor majalah, desainer grafis, gamer (eh!)... Cuma dunia film yang belum dia ambah. Seandainya dia mau, dia bisa mendapatkan posisi nyaman di berbagai perusahaan. Atau, dia bisa saja sekolah lagi baik di dalam maupun di luar negeri. Tapi ini tidajk dilakukannya. Alasannya sederhana: malas!
Tetapi, seberapa besarpun kemalasan itu, untuk hal yang dia sukai Cita akan berubah menjadi militan amazon yang mampu melakukan apapun untuk mendapatkan apa yang dia mau. Mulai dari berdiri mengantre selama lebih dari 6 jam, menonton konser dalam keadaan demam (yang berujung kepada DBD), atau menghemat uang serta melakukan berbagai double job demi liburan. Jika ada satu hal yang bisa kita pelajari dari tulisan Cita untuk #31harimenulis kita ini, adalah bagaimana mimpi bisa memberinya energi. (Kakak Pulung Uci )
Mimpi dan Inspirasi
Cita Arsita Farani, salah
satu pendiri majalah travel, penulis,
Art Director, dan fangirl yang tidak
malu mengakui bahwa hobinya tidak straight.
Saya merupakan seorang
pemimpi yang sederhana. Saya bisa menghabiskan waktu lama berkhayal mengenai
banyak hal: dunia fantasi yang baru terbentuk dalam tidur, tempat liburan yang
harus saya datangi selanjutnya, hingga ide untuk fanfic terbaru saya.
Percaya atau tidak, saya
tidak pernah berpikir untuk bekerja sebagai seorang penulis saaat kuliah. Saya
lulus dari sejumlah mata kuliah yang berhubungan dengan penulisan dengan nilai
pas-pasan. Bagi saya, merangkai kata menjadi banyak paragraf yang terkait dulu
sangat sulit… hingga saya menjadi seorang fangirl
(silahkan dilihat definisinya di www.urbandictionary.com
jika Anda sendiri bukan fangirl yang
mudah tersinggung).
Saya mengenal fanfiction atau fanfic, karya fiksi yang menggunakan karakter yang sudah ada atau
tokoh di kehidupan nyata, sekitar 7-8 tahun lalu. Satu hal yang membuat saya
mulai menulis sederhana saja: inspirasi atau muse yang berasal dari karakter atau tokoh nyata tersebut. Saya
hanya menulis fanfic tentang karakter
atau tokoh nyata yang cukup menginspirasi saya, di luar itu saya tidak mau dan
memang tidak bisa. Toh saya bermimpi dan menulis untuk kesenangan pribadi,
bagus kalau orang lain membacanya dan suka, kalau tidak juga tidak masalah.
Apakah seorang penulis fanfic tidak bisa menghasilkan ide
orisinil? Tidak juga. Saya kenal beberapa penulis fanfic yang juga sukses sebagai penulis novel, baik di dalam maupun
di luar negeri. Saya tahu alasan mereka menulis fanfic sama dengan saya: istirahat sejenak dari kehidupan nyata dan
bermain-main di dunia khayalan dengan karakter-karakter yang mereka kenal dan
sukai.
Tidak, saya bukan penulis
novel. Bukan masalah bisa atau tidak, saya belum mau. Saya memiliki fanfic yang panjangnya seperti novel,
tapi buat saya, inspirasi saya bukan di situ. Saya bisa menulis sepanjang itu
karena saya terinspirasi oleh karakter-karakternya, yang memang bukan milik
saya. Bisa saja saya mengganti karakternya dengan karakter orisinil, karena toh
tidak semua dunia di dalam fanfic saya
merupakan dunia tempat tinggal asli karakter-karakter tersebut. Tapi itu berarti
mengambil sebagian jiwa cerita tersebut dan menggantinya dengan karakter baru
yang tidak tahu apa-apa, menjadikannya sebuah cerita yang bahkan saya sendiri
tidak akan mau membaca ulang karena tidak ada karakter yang saya sukai di
dalamnya. Setidaknya itu penilaian saya terhadap karya sendiri, karena saya
menghargai mereka yang mau dan punya cukup niat untuk mengganti nama karakter
mereka dengan nama karakter orisinil sebelum memasukkannya ke penerbit.
Kebiasaan bermimpi saya
akhirnya tersalurkan dalam bentuk lain, tepatnya melalui inspirasi dari daerah
asing. Saya cukup beruntung untuk memiliki kesempatan membantu mendirikan
majalah travel. Saya memang sangat
menyukai traveling— ada perasaan
tersesat yang membuat berdebar, pemandangan yang tidak saya kenal di setiap
sudut, dan suara orang-orang yang berbicara bahasa asing. Ini seperti berkhayal dengan wujud yang nyata, berada dalam
kehidupan yang bukan milik sendiri. Inilah dunia mimpi yang yang non-fiksi.
Untuk mengasah kemampuan
menulis dan mengedit tulisan, selain sering latihan, sudah menjadi rahasia umum
bahwa Anda harus banyak membaca. Saya senang membaca fiksi, tapi sejujurnya saya
bukan pembaca setia sembarang koran atau majalah. Untungnya, sebagai seorang traveler, saya menemukan kesenangan tersendiri
saat membaca tulisan travel. Saya
senang menemukan destinasi-destinasi baru sambil tenggelam dalam gaya bercerita
penulis travel yang berbeda-beda.
Tidak ada yang lebih menarik dibandingkan tulisan travel yang dialami sendiri, karena meskipun destinasinya
berkali-kali diangkat, selalu ada sudut pandang baru yang segar dan pantas
dibaca.
Inilah mengapa menurut
saya sangat penting menjadi seorang penulis di bidang yang Anda suka. Selain
menikmati pekerjaan itu sendiri, Anda juga akan menikmati proses belajar untuk
menjadi penulis yang lebih baik di bidang Anda.
Anda suka fashion? Mulailah magang sebagai fashion assistant. Anda suka olahraga?
Banyak media cetak maupun online yang
bisa menampung Anda. Ataukah Anda cepat bosan? Mungkin pekerjaan sebagai copywriter di advertising agency cocok
untuk Anda, dengan tantangan yang berganti-ganti setiap harinya. Ya, range pekerjaan untuk penulis itu sangat
luas dan tersebar di berbagai industri!
Saya tidak bilang menjadi
penulis itu tidak sulit, saya juga tidak menjanjikan hal-hal muluk. Seorang
penulis itu sibuk, banyak perintilan yang
harus ditangani sebelum maupun sesudah menulis, dari mencari bahan hingga
melaporkan ke narasumber. Ada kalanya Anda tidak memiliki inspirasi, apalagi
menulis pada dasarnya adalah membuat suatu karya seni. Beberapa tulisan memiliki
deadline yang ketat, beberapa lebih longgar. Kejenuhan menjadi hal yang biasa,
dan saat jenuh inilah saya kembali ke penyaluran hasrat penulis saya yang lebih
ringan dan tanpa tekanan: fanfic.
Namun ingatlah di balik
kesibukan semua penulis, ada kenikmatan-kenikmatan kecil yang bisa dipetik
dalam pekerjaannya. Seorang penulis tidak melulu berada di balik komputer, di
meja Anda di kantor. Bayangkan melaporkan langsung dari sebuah catwalk atau meliput sebuah resort sambil
menginap dan menikmati semua fasilitasnya.
Kalau Anda tidak bisa
menemukan kenikmatan-kenikmatan tersebut, mungkin waktunya Anda berpindah
industri. Percayalah bahwa pekerjaan yang tepat bagi penulis di dalam diri Anda,
di suatu tempat di luar sana. Coba saja semuanya hingga bosan, dan kembalilah
ke satu pekerjaan yang membuat Anda rindu.
No comments:
Post a Comment