Penulis tamu kali ini bernama Karina Ayu Pradita kini Ia tengah menyelesaikan studi profesi untuk memperoleh gelar Dokter Hewan di salah satu perguruan tinggi negeri di Yogyakarta . Baginya, menulis adalah membahasakan apa yang tidak mampu diutarakan suara. Mencintai Chiffon Cake pada gigitan pertama. Bukti cintanya pada Chiffon Cake bisa dilihat di www.karinapradita.tumblr.com dan www.karinaayupradita.wordpress.com. Telah menjadikan Chiffon Cake dalam bentuk novel dan diterbitkan oleh Media Pressindo.
Say hello to her at Twitter: @karinpradita or Facebook: Karina A. Pradita
ANALOGI SEPATU
Oleh: Karina Ayu
Pradita
Selain celana jins, saya paling susah jika ingin
membeli barang yang orang-orang di sekitar saya sering bilang namanya sepatu.
Kalau celana jins, saya sering terbentur dengan panjang celana yang kadang
berlebihan, sampai menyapu-nyapu lantai ketika dicoba. Padahal, itu adalah
nomor yang sudah cocok ukuran pinggangnya dengan pinggang saya. Pusing jadinya.
Berbeda lagi dengan sepatu. Jika celana jins tadi
karena tubuh saya yang mungil dan cenderung
pendek, maka kebanyakan celana jins-nya akan kepanjangan, kebanyakan sepatu
pada umumnya justru kesempitan bila dicoba di kaki saya. Well, untuk ukuran perempuan yang normalnya adalah 37-39, kaki saya
justru memilih memuatkan diri di sepatu yang berukuran 40-41. Itupun belum
termasuk kalau sepatu diklasifikasikan menurut merk yang mempunyai standar ukuran sendiri-sendiri. Jadi
singkatnya, ketika pada satu mrek
kaki saya berada pada ukuran 40-41, di mrek
lain bisa jadi kaki saya berukuran 42.
Solusinya adalah, saya harus merelakan diri untuk
mencari celana jins ataupun sepatu yang pas ukuran saya dengan perjuangan yang
juga tidak biasa. Masuk keluar toko, coba sana-sini, sampai akhirnya bisa
menemukan yang benar-benar pas di kaki, pas modelnya, juga pas ukurannya.
Belakangan saya menyadari, bahwa memilih pasangan
tidak ubahnya seperti memilih sepatu. Orang yang akan mendampingi, dan juga
ingin kita dampingi haruslah orang yang benar-benar pas di hati kita. Bayangkan,
bila kita memilih sepatu yang tidak sesuai ukuran kaki kita, kemudian
memaksakan diri untuk memakainya, yang ada mungkin kaki kita akan lecet-lecet
karenanya. Dan bayangkan pula bila kita memilih pasangan yang tidak sesuai
dengan yang hati kita butuhkan, misalnya kita hanya melihat dari segi fisik
saja, tanpa melihat adanya kecocokan dalam diri satu sama lain, maka yang ada
justru hanya keterpaksaan, dan pada akhirnya mungkin akan menyakiti satu sama
lain.
Saya paham benar bahwa di dunia ini sesungguhnya
bila kita amati, tidak ada manusia yang benar-benar cocok satu sama lain, yang
ada hanyalah kepedulian untuk saling mengerti kemudian memahami satu sama lain,
sehingga kecocokkan tersebut terjadi.
Dan analogi sederhana mengenai sepatu tadi mampu
membuka mata saya, bahwa yang namanya pasangan tidak boleh sembarangan, harus
yang klik dan ketika saya bertemu dengan orang yang akan menjadi pasangan saya
itu, saya sudah lebih dulu tahu bahwa he
is the one.
Begitu? :)
No comments:
Post a Comment