Monday, 16 May 2011

Welcome to The Publishing Jungle

Pengantar admin: Mengingat belantara dunia penerbitan adalah sesuatu yang asing bagi kita maka admin mengundang seorang teman yang bekerja di salah satu penerbit nasional. Adalah Junaedi Ghazali, bukan anaknya Effendi Ghazali si ahli komunikasi, ia seorang mahasiswa Fakultas Sastra UGM yang juga staf Litbang di Surat Kabar Mahasiswa Bulaksumur Pos UGM. Kini ia bekerja di salah satu penerbitan nasional yang berbasis di Yogyakarta. Sebagai penulis tamu ia menceritakan bagaimana sebenarnya seluk beluk penerbitan secara sederhana. Siapa tahu diantara peserta #31harimenulis kelak akan jadi penulis buku. Dan tulisan dari Juned ini bisa jadi makanan pembuka yang ringan menuju belantara dunia penerbitan. Silakan dibaca sambil minum Hemaviton Jreng.


Welcome to The Publishing Jungle 
Oleh: Junaedi Ghazali 

Ga semua orang ngerti soal penerbitan. Bahkan seorang mahasiswa semester 8 yang skripsinya tak kunjung usai. Padahal ia mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya, lebih populer dengan nama lamanya, Fakultas Sastra. Sebuah fakultas yang harusnya bikin orang rajin menulis dan membaca. Yang seharusnya secara otomatis bikin deket sama dunia penerbitan. Tapi, alamat penerbit dan tempatnya saja ia tak tahu.

Sampai kemudian ia mengajukan sebuah lamaran kerja pada sebuah penerbit terkemuka di negaranya. Ia diterima, dan kemudian menyesal. Buku-buku yang ia baca ternyata tak berguna. Dibandingkan dengan belantara penerbitan yang akan ia masuki, ilmu yang ia punya bagaikan sebatang rumput, kering, dan nyaris tercerabut angin. Tak ada artinya. Tapi Buat penerbit tersebut, rumput kering tak berharga tersebut disiram dan dipelihara pelan-pelan. Menanti, apakah kemudian ia akan tumbuh lebat menyemarakkan belantara, atau kemudian hilang tak berbekas karena terlalu sering merunduk saat ia diinjak-injak. Lalu dicabut saat kabut menjemput.

Bekerja di penerbitan, dalam waktu kurang dari 3 Minggu sudah cukup membuatnya mengerti. Cukup, bukan sangat mengerti. Mengerti apa saja bagian dari susunan penerbitan, dan juga cara kerjanya. Mengerti bagaimana sebuah naskah dipilah, dibuang ke dalam tong sampah, dipajang dalam kemasan mewah, atau justru kemudian dicetak lalu berakhir menjadi remah-remah. Semua itu terjadi nyata.

Penerbitan tak jauh beda dari sebuah organisasi mandiri dengan struktur perusahaan yang mapan. Di bagian paling depan, ada redaksi  yang selalu siap melahap . Naskah yang masuk ke sebuah penerbit, baik via pos maupun email, diseleksi dengan seksama. Bukan masalah apakah naskah tersebut bagus atau tidak. Semua itu relatif. Relatif apa saja pesan yang diangkat, bagaimana ia menceritakannya, dan tak jarang, apa yang membuatnya terlihat istimewa dibandingkan dengan naskah-naskah lainnya.

Setalah kemudian naskah dipisah, dan kemudian redaksi merasa bahwa naskah layak dijamah, dapur redaksi akan mulai menghabisi isi. Editor sibuk meneliti kata, proofreader menelusuri tanda baca, translator menerjemahkan naskah luar setelah sebelumnya mencari-cari buku asing apa yang laku dijual di pasar. Dan pimpinan duduk diam sambil menyajikan nutrisi pikiran dan juga suplai kebutuhan. Logika nggak logis tanpa logistik, katanya. Jadilah ruang di kepala dan juga bawah dada penuh oleh gerakan-gerakan yang tak bisa diterjemahkan. Tak terlihat, tapi dapat dirasakan pelan-pelan.

Di deretan berikutnya, desainer kaver dan layouter sibuk meneliti, apa yang dapat membuat orang tertarik untuk melihat naskah yang sudah selesai dicacah-cacah dan kemudian dibawa pulang ke rumah. Menyesuaikan isi dengan harga diri pejuang seni  bukanlah hal yang mudah. Apalagi jika kemudian karya tersebut dihargai tinggi. Dapat membuat orang terimpresi, dan kemudian mengingat-ingat judul dalam sampul sampai kelak kemudian ditinggal mati.

Kalau diumpamakan laiknya pertunjukan teater, redaksi, desainer kaver dan juga layouter   adalah tim artistik. Pekerjaan tim artistik tak akan berarti dan bisa dinikmati jika tidak ada tim produksi .Tim produksinya adalah mereka yang sibuk mengurusi hal-hal teknis semacam distribusi buku, mengatur pengeluaran dan pemasukan (Manajer keuangan), mencatat kebutuhan luar dalam penerbit (Sekretaris), memasarkan dan mengiklankan buku (Marketing), dan tak lupa kebutuhan dan permintaan penulis (Event organizer). Kombinasi kedua tim yang tak sama, pada akhirnya akan menyajikan sebuah pementasan dalam panggung berbentuk buku.

Belantara penerbitan yang baru saja diceritakan memang bukanlah belantara istimewa. Semua penerbitan kurang lebih memiliki bentuk yang relatif sama. Yang membuat sebuah belantara istimewa adalah apa yang ditunjukkan olehnya. Keliaran dan kebuasan yang mampu membuat orang penasaran, atau malah justru kelembutan dan juga keindahan yang melenakan. Semua itu tergantung apa maksud sang pemburu ilmu. Tak ada yang tahu selain sang pemburu dan tali kokang tas selempang samping pinggang

No comments:

Post a Comment