Saturday 14 May 2011

Kerana Krisdayanti Tidak Jualan Cabe

Pengantar dari admin: Tulisan ini merupakan tulisan dari penulis tamu ketiga kita yakni Kakak Rika Novayanti. Beliau adalah lulusan Komunikasi UGM yang kini bekerja menjadi wartawan di salah satu surat kabar ekonomi nasional. Karena penulisan mengenai bidang ekonomi mendapat porsi yang amat minim di Jurusan Komunikasi UGM, admin mengajak beliau untuk berbagi pengalamannya. Beliau akan menuliskan pengalamannya dalam tiga seri tulisan, ini adalah bagian pertama tulisan beliau. Tenang saja ini bukan tulisan ala diktat yang membuat kening berkerut, Kak Rika, begitu ia biasa disapa menuliskannya dengan sangat ringan namun tetap berisi. Silakan dibaca


Kerana Krisdayanti Tidak Jualan Cabe 
Oleh: Rika Nova 

Sebenarnya, sepenuh jiwa raga saya kepincut jadi anggota 31 hari menulis. Bahkan saya menawarkan rapelan menulis 10 hari dalam satu hari. Apa daya saya tertolak. Saya terima juga jadi penulis tamu.

Temanya? 
Permintaanya sih tips menulis berita ekonomi. Saya berusaha sekeren-kerennya agar tulisan ini semirip mungkin dengan tips menulis berita ekonomi. Tapi sebaiknya dibaca dulu sampai selesai, baru disimpulkan. Asal tahu saja, nilai dasar-dasar logika saya adalah C, bukti saya sering sesat pikir. 

Sewaktu masih kecil dan imut-imut serta hobi mandi hujan dengan kolor dan kaos dalam, saya tinggal di kampung Cihuni yang mana untuk keluar kampung harus menggunakan perahu menyeberangi sungai Cisadane. Itu adalah masa di mana BSD masih jadi tempat jin buang anak dan Amy Search masih mengundang gerimis.

Orang kampung Cihuni adalah Islam yang taat dengan cara mereka sendiri. Misalnya, setiap bulan puasa mereka taat berkeliling kampung menggunakan obor guna sasampeuran tarawih dan mengaji. Terlebih, yang paling menunjukan betapa orisinalnya keislaman mereka adalah ketaatan membakar petasan sembari sasampeuran itu.

Nah, dari kampung kecil inilah saya menemukan salah satu cara cepat menjadi pintar yang paling mudah meski tak murah.

Hal pertama yang perlu dilakukan adalah mencari al-Quran, dan mencari air zam-zam (ini tentunya membuat jadi tak murah. Apalagi minggu lalu Inggris meributkan air zam-zam tercemar arsenik, racun yang mematikan Munir). 

Lalu campurkan keduanya dalam porsi sesuai selera.

Bagaimana cara menyampurnya?
Bakar Al-Quran, masukan ke air zam-zam, bacakan Al-fatehah 1000 kali, tiup air.

Tiriskan.

Minum air dengan menyisakan ampas bakaran Al-Quran di dasar gelas.

Demikianlah, saya tumbuh di desa Islam yang bar-bar dalam memposisikan ilmu pengetahuan.

Meski menggoda dan sangat mudah dilakukan, membakar buku economic journalism atau laporan keuangan PT bank Rakyat Indonesia yang punya laba dan asset terbesar se Indonesia Raya, tentu tidak saya sarankan.

Kenapa?
Karena kamu akan nampak jauh lebih bar-bar dari FPI kalau sampai melakukan itu. Alasan lain adalah karena membakar kertas merupakan tindakan yang sangat tidak mendukung mitigasi pemanasan global. Bisa-bisa tidak diakui atau bahkan dicoret dari daftar alumni Greenpeace University kalau sampai ketahuan menyarankan hal yang sangat genuin dan penuh kearifan lokal tersebut.

Okei, cara tersebut boleh kita coret sekarang. (Woi, balikin itu buku sama korek ke tempatnya, uda dicoret woiii)

It's the serious part: Kenali narasumber kamu.

Sepele, tapi fatal. Sefatal nyampur white wine dengan Coca Cola.

Secara saya wartawan baru di dunia perbankan, tentu saya pernah kejadian salah nanya nara sumber #bangga. Tenang, nggak ada noda ga belajar.

Suatu siang berdebu di kota metropolutan, saya masuk ke hotel aryaduta. Berdandan necis, berambut klimis dengan sinyal XL yang kembang kempis sebagai modal ngirim berita di hari yang miris.

Keyakinan saya bahwa tampang masih memadai untuk jadi mahasiswa semester 8, membawa saya pada kelakuan mahasiswa semester 8 di akhir bulan: cari sarapan lezat bergizi rasah mbayar.

Di tengah menikmati croissant gratis yang disediakan panitia acara, datanglah seorang bapak. Saya dengar (nguping lebih tepatnya) seseorang mengenalkan bapak tersebut kepada temannya:

si bapak yg saya tidak tahu namanya (SBYSTTN): Kenalkan Pak, ini Pak Muliaman dari Bank Indonesia.

Usai si bapak yang ngajak kenal-kenalan itu pergi, saya dekatilah beliaunya.

"Assiiikkk, pagi-pagi dapet rejeki, ada Muliaman [Muliaman D. Hadad, Deputi Gubernur Bank Indonesia] sendirian, bobol ye semua koran sama gue, Detik boboooollll!!!" hati saya bersorak sorai.

Sesi selanjutnya adalah ngobrol asik dengan si Bapak Muliaman.

10 menit berlalu, saya agak heran.

Ini kenapa si bapak ngomongnya kagak pake ngerem. Pake ngegosipin Darmin (Darmin Nasution, Gubernur Bank Indonesia) segala.

Akan tetapi saya jelas gelap mata. Bobooolll bobol dah semua koran hari ini. Berita eksklusif cuiii.

Sebelum saya mati gaya dan kehabisan bahan pertanyaan, si Bapak dipanggil panitia untuk masuk ke ruang VIP. Otak saya yang cuma sesendok itu langsung girang bukan kepalang. Dalam 1 jam ke depan, redaktur akan bangga memiliki reporter cekatan seperti saya. Pagi-pagi uda supply berita eksklusif.

Lalu tibalah giliran Pak Muliaman, memberi Keynote Speech mewakili Darmin yang berhalangan hadir.

Olala...

Muliaman yang BERBEDA ada di atas mimbar!

Itu adalah minggu ketiga ketika saya jadi wartawan perbankan. Saya jadi sadar, saya memang mengenal narasumber di dunia perdagangan dan ritel, tapi apa yang saya tahu soal bankir-bankir yang rata-rata uda tua dan ga bisa dijadiin bahan cuci mata itu?

Mulai saat itu, saya akan googling foto nara sumber yang belum saya kenal sebelum berangkat liputan.

Tapi etapi, ini sih ga seberapanya dibandingkan kejadian berikut (sakjane iki pledoi ben ra ketok superbodo): 

Tersebutlah mas-mas agak ganteng dari sebuah media milik taipan media kita yang tahun lalu beli saham PT Carrefour Indoensia sebanyak 40%, yang mana beliaunya susah banget angkat telepon dan sukanya cuma berbalas sms doang #tjurhat. Mas agak ganteng itu bertanya kepada Menteri PERDAGANGAN:

Mas-mas agak ganteng suatu stasiun tv swasta (MMAGSTS): Selamat siang Pak [waktu itu ibu Marie Elka Pangestu, Menteri Perdagangan, sedang digantikan sama Pak Mahendra Siregar, wakil menteri Perdagangan yang tampan luar biasa. beliau adalah salah satu tempat cuci mata dan jiwa bagi wartawan perdagangan yang selalu tergerus kebahagiaannya akibat Ibu menterinya yg ajaib], saya *%^$$@& dari **&%$^^^, mau tanya pak mengenai harga cabe yang saat ini mulai merangkak naik. Kira-kira langkah pemerintah supaya PRODUKSI cabe meningkat sehingga harganya tidak naik apa ya pak?

Pak Mahendra nan tampan (PMNT): Maaf sebelumnya, tapi saya kira urusan produksi adalah pekerjaan dari kementerian PERTANIAN. Akan melangkahi Pak Menteri jika saya menjawab.

MMAGSTS: Tapi pak, apa pemerintah sudah punya langkah?

PMNT: Saya kira sudah ada langkah tertentu, tetapi masalah PRODUKSI adalah otoritas kementerian pertanian untuk menjawab. Akan overlapping kalau saya menjelaskan.

MMAGSTS: Okei pak, satu pertanyaan lain, bagaimana dengan pengawasan makanan beredar... *belum selesai ngomong*

Wartawan lain yg uda mulai bete: tanya ke BPOM [badan pengawasan obat dan makanan] woiii!!!!

PMNT: [senyum-senyum] kalau itu otoritas BPOM, saya kira sudah jelas kementerian perdagangan hanya mengurusi barang beredar non pangan.

Kalau masih belum paham di mana letak kesalahan pertanyaan itu, baik saya perjelas:
 MMGSTS seperti sedang mewawancara Ebiet G. Ade mengenai kehamilan Krisdayanti yang sudah lima bulan padahal baru menikah dua bulan dengan Raul Lemos. 

Mereka sama-sama artis, tapi bukan berarti Ebiet harus bisa nyanyi menghitung hari dan KD bisa jadi penyanyi acara gempa kan?

No comments:

Post a Comment