Ini tulisan kiriman dari ex-selir Bang Wiro yang kini sukses meraih beasiswa LPDP dan kini menjadi New York Yankees ~
TIPS MENULIS STATEMENT OF PURPOSE
oleh Binar Septiani
Full Disclaimer:
Ketika meminta saya untuk menjadi penulis tamu di 31 Hari Menulis, Derry memberi sebuah tema: New York yang Gemilang. Oke…
Saat mulai menulis, saya kesulitan menemukan point of view yang
tepat, sampai akhirnya saya sadar bahwa saya tidak akan sampai di sini
kalau saya tidak mengalahkan kemalasan saya untuk mengerjakan bagian
terpenting: menulis statement of purpose (SOP). SOP, bagi yang
kurang familiar, adalah jenis esai yang biasanya harus kita tulis ketika
ingin mendaftar kuliah atau beasiswa, beberapa perusahaan juga
terkadang meminta hal serupa.
Saya tidak akan menulis tips menulis SOP konvensional dimana saya akan menerangkan “cara terbaik menulis SOP". Here’s quick tips: that’s what Google is for. (Dan sejujurnya, sampai saat ini saya pun nggak pernah yakin bahwa esai saya cukup bagus.)
Saya akan bicara tentang satu-satunya tips yang saya punya: just fucking start writing the damn thing. You’ve been warned.
“How do you see yourself in five years?”
“What are you going to do in the future?”
“Why this program is suitable for you?”
.
.
.
Trust me, the list can go on a lot longer.
Sebagai seseorang yang tidak suka pertanyaan eksistensialis dalam setting formal (albeit like to talk about it for hours with my friends), saya selalu terdiam sejenak ketika harus menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas. Sayangnya, jawaban “mbuh!” bukanlah jawaban yang diinginkan. Walaupun sering kali itu adalah satu-satunya jawaban yang saya punya.
Dari lebih dari sepuluh essay yang terpaksa saya tulis untuk menjawab pertanyaan tersebut, saya hanya punya satu tips:
It’s ok. Just start writing the damn thing.
I know, I know. Menulis esai bukanlah hal yang glamorous atau seksi untuk dibahas. Tapi New York City dan Columbia University tidak akan terjadi jika saya tidak memulai menulis esai.
Menulis SOP terdengar sangar dan menegangkan. Not going to lie, it is. Rasanya
cukup kesal karena masa depan saya ditentukan dari susunan 500 kata
yang saya tulis. Lebih kesal lagi ketika saya, sering kali, genuinely tidak tahu apa yang saya inginkan.
Let’s
just agree on one thing: we are all confused about the purpose of our
life. I am and you’re lying if you say you’re not. We’re not here to
talk about that.
Butuh waktu panjang untuk saya mengetahui apa yang saya “inginkan dalam hidup”, dan saya makin menyadari dan kombinasi deadl ine itulah yang membantu saya memetakan apa yang saya inginkan dan perlahan-lahan mewujudkannya.
Butuh waktu panjang untuk mengetahui apa sebenarnya yang kita ‘inginkan dalam hidup’ (and I begin to believe there’s no such thing as ultimate purpose, anyway…) dan kebingungan ini sering kali membuat kita menunda menulis. Deadline, sayangnya, tidak menunggu.
We’re all confused. That’s perfectly normal.
It’s ok. Just start writing the damn thing.
Ini yang bisa saya bagi: inspirasi datangnya bisa dari mana saja.
Di
sepanjang perjalanan hidup saya, saya selalu beruntung bisa bertemu
dengan orang-orang pintar dan bijaksana yang menginspirasi saya untuk
selalu punya mimpi-mimpi baru. Saya tidak pernah bermimpi saya ingin
tinggal di NYC sampai masa saya kuliah S1—I literally stole the dream from a friend. Tapi saya tau mimpi ini… is for me.
Daripada malu mengakui bahwa saya menjiplak mimpinya, saya berterima
kasih pada teman saya karena dia adalah orang yang menginspirasi saya
untuk bisa sampai di sini.
I look around, then I find my way out! And you can do that too!It’s ok. Just start writing the damn thing.
Lastly, ini satu rahasia hidup sederhana yang menurut saya penting—tapi perlu waktu lama untuk saya menyadarinya: mimpi boleh berubah.
My dreams do change overtime.
Saya
bahkan cukup yakin esai yang saya tulis empat tahun yang lalu untuk
mendapatkan sebuah pekerjaan di sebuah perusahaan multinasional sudah
tidak cocok dengan saya yang sekarang.
Saya
tahu bahwa saya bukanlah satu-satunya orang yang merasa kecil hati
ketika saya harus mengakui bahwa saya tidak lagi mengejar mimpi ideal
yang saya punya dari kecil. Masalahnya, saya tidak punya mimpi masa
kecil. Romansa mengejar mimpi masa muda tidak terciptakan untuk semua
orang, termasuk saya.
Mengutip Sheena Iyengar, salah satu dosen di Columbia University (shameless promotion, haha), “As
Stephen Colbert will tell you, it’s not inconsistent to say one thing
on Monday and another on Wednesday if you gained new knowledge on
Tuesday or if the situation itself changed."
We don’t have to have it all figured out. It’s not fun that way anyway.
It’s ok. Just start writing the damn thing.
You’ll be amazed by the new things you found about yourself.
And here’s the news. You will get rejection at best, no respond at worst.
Maybe when you’re lucky, once in a while, you may get what you wanted.
Just remember: It’s ok. Just start writing the damn thing.
Good luck!
#31harimenulis
No comments:
Post a Comment